Selasa, 03 Juli 2018

Aqidah Akhlak Kelas XI/II


MATERI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS XI SEMESTER II
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Materi Aqidah Akhlak di MTs/MA
                                                                                      

                                                                           

Disusun Oleh:
Kelompok 10
Faiz Hidatul Akbar                       (210315173)
Nabila Nurmayanti                       (210315184)

Dosen Pengampu :
Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati, M.Pd.I


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah materi pembelajaran aqidah akhlak kelas XI semester II, dan kami juga berterimakasih kepada Ibu Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati, M.Pd.I. selaku dosen mata kuliah Studi Materi Aqidah Akhlak di MTs/MA yang telah memberi kami tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai materi apa saja yang ada dalam pembelajaran aqidah akhlak kelas XI semester II. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dara kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah ini, mengingat tidak ada satupun yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Dapat berguna bagi pembacanya maupun kami sendiri.


Ponorogo, 28 November 2017

Kelompok 10





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kurikulum merupakan alat dalam proses pendidikan formal. Dalam sebuah kurikulum sendiri terdapat berbagai komponen-komponen lainnya itu saling berkaitan. Apabila salah satu komponennya tidak ada ataupun tidak berfungsi maka dapat dikatakan bahwa kurikulum tersebut gagal atau tidak berhasil. Karena itu untuk mencapai suatu keberhasilan kurikulum diperlukan sebuah sistem yang bagus dan dasar atau asas-asas dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam.
Untuk itu maka pemakalah akan mencoba memaparkan tentang bagaimana komponen-komponen kurikulum dan asas-asas kurikulum pengembangan Pendidikan Agama Islam (PAI).

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tasawuf dan fungsi tasawuf?
2.      Apa saja yang termasuk perilaku terpuji?
3.      Apa saja yang termasuk perilaku tercela?
4.      Bagaimana akhlak/adab yang baik ketika melakukan takziyah?
5.      Bagaimana kisah Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tasawuf
1.    Pengertian Tasawuf
Secara etimologi, definisi tasawuf terdiri atas beberapa mcam pengertian yakni:
a.    Shafa, artinya suci dan sufi adalah orang yang disucikan (banyak melaksanakan ibadah, terutama sholat dan puasa).
b.    Shaf (baris), ialah baris pertama dalam shalat di masjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang berada dibaris depan dan banyak membaca ayat al-Qur’an serta berdzikir sebelum waktu shalat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dekat dengan Tuhan.
c.    Ahl as-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Makkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di masjid Nabawi dan tidur diatas bangku batu dengan memakai suffah (pelana) sebagai bantal. Ahl as-Suffah sungguh berhati baik serta mulia dan tidak mempentingkan duniawi, inilh sifat kaum sufi.
d.   Suf (kain wol), dalam sejarah tasawuf, bila seseorang ingin meamsuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewahbyang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangka kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Jadi tasawuf adalah orang yang memakai kain wol kasar untuk mensucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin serta menjauhkan diri dari materi duniawi. Dari devinisi tentang tasawuf diatas diperhatikan dan dipahami secara utuh, maka akan tampak selain berorientasi spiritual, tasawuf juga berorentasi moral. Dari sini dapat disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian hati dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirnya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Allah.[1]
2.    Asal Usul Tasawuf
a.    Abad I dan II Hijriyah
Dalam fase ini belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan dan minum, menyedikitkan tidur dan lainnya.
Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai penutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi SAW yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Pada masa ini, terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul SAW yang disebut dengan Ahl al-Shuffah kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul dan kehidupan mereka adalah corak islam. Diantara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Faritsi, Abu Hurairah, Muadz Ibn Jabal, Abdullah Ibn Mas’ud, Abdullah Ibn Umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut.
b.    Abad III dan IV Hijriyah
Abad ini disebut sebagai fase tasawuf. Pada permulaan abad ke-III hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan rohani mereka tidak semata-mata kebahagiaan akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahal dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai (fana fi al-mahbub). Kondisi ini tentu akan mendorong ke persauan dengan yang dicintai (al-Ittihad). Disini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat. Pada fase ini muncul istilah fana’, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik (al-hissiyat). Ittihad  adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah sehingga masing-masing bisa memanggil dengan kata aku (ana). Hulul adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih. Tokoh pada fase ini adalah Abu Yazid al-Bustami dengan konsep ittihadnya, Abu al-mughits al-husain Abu Manshur al-Hallaj yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hulunya.
c.    Abad V Hijriyah
Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur’an dan al-hadist atau yang sering disebut dengan tasawuf suni yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi (Sunnah) Nabi dan para sahabanya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana taswauf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi (Sunnah) Nabi dan sahabanya. Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali atau yang lebih dikenal dengan al-Ghazali. Tokoh lainya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin bin Abd al-Malik bin Talhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi, al-Qusyairi menulis al-Risallah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid.
d.   Abad VI Hijriyah
Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa (dzauq) dan rasio (akal), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan anatar Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep Wahdah al-Wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah SWT, sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan. Tokoh pada fase ini adalah Muhiddin Ibn Arabi atau yang dikenal dengan Ibn Arabi dengan konsep Wahdah al-Wujudnya. Ibn Arabi yang dilahirkan pada tahun 560H dikenal dengan sebutan als-Syaikh al-Akbar (syekh Besar). Tokoh lain adalah al-Syuhrawardi dengan konsep isyrahqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindiqan pada masa pemerintahan Shalahudin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in dan Ibnu al-Faridl. [2]
3.    Fungsi Tasawuf
a.    Membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat Allah SWT
b.    Penyempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapatkan keridhaan Allah SWT.
c.    Membersihkan jiwa dari pengaruh materi
d.   Memperteguh dan menyuburkan keyakinan beragama
e.    Mempertinggi akhlak manusia.[3]

B.     Perilaku Terpuji
1.    Adil
Adil menurut bahasa Arab disebut dengan kata ‘adilun, yang berarti samadengan seimbang. Menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar, berpegang pada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Dan menurut ilmu akhlak ialah meletakan sesuatu pada tempatnya, memberikan atau menerima sesuatu sesuai haknya, dan menghukum yang jahat sesuai haknya, dan menghukum yang  jahat sesuai dan kesalahan dan pelanggaranya
a.    Nilai Positif Sikap Adil
Keadilan merupakan sesuatu yang bernilai tinggi, baik, dan mulia. Apabila keadilan diwujudkan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan Negara, sudah tentu ketinggian, kebaikan, dan kemuliaan akan diraih. Jika seseorang mampu mewujudkn keadilan dalam dirinya sendiri, tentu akan meraih keberhasilan dalam hidupnya, memperoleh kegembiraan batin, disenangi banyak orang, dapat meningkatkan kualitas diri, dan memperoleh kesejahteraan hidup duniawi serta ukkhrawi (akhirat).
2.    Ridha
Perkataan ridha berasal dari bahasa arab, radhiya yang artinya senang hati (rela). Ridha menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan Allah swt, baik berupa hokum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sikap ridha harus ditunjukkan, baik ketika menerima nikmat maupun tatkala ditimpa musibah.
Sikap rida dapat ditunjukkan melalui hal-hal sebagai berikut:
a.    Sabar dalam melaksanakan kewajiban hingga selesai dengan kesungguhan usaha atau ikhtiar dan penuh tanggung jawab.
b.    Senantiasa mengingat Allah swt. dan tetap melaksanakan shalat dengan kusyuk.
c.    Tidak iri hati atas kekurangan atau kelebihan orang lain dan tidak ria untuk dikagumi hasil usahanya.
3.    Amal Saleh
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, amal diartikan sebagai perbuatan (baik atau buruk). Secara istilah, amal saleh berarti perbuatan sungguh- sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia.contoh mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo dan anak yatim piatu.
a.    Membiasakan Amal Saleh
Setiap amal saleh, harus didasari niat yang suci dan ikhlas. Jangan sampai seorang yang beramal memiliki niat yang salah, ada udang dibalik madu. Misasal, mengharap kedudukan,pujian, atau keuntungan yang lain-lain.
Berusaha atau beramal, pada umumnya tidak memandang ruang dan waktu serta tidak hanya pada saat yang lapang. Dalam situasi apa pun, kita tidak menyianyiakan untuk beramal atau berusaha. Walaupun hasil amal itu belum tampak sekarang, hal itu tidak boleh menjadikan kita malas beramal.
4.    Persatuan dan kerukunan
Pengertian Persatuan ialah ikatan yang terjadi antara dua orang lebih yang mereka melakukan tidak yang sama dalam hal terjadinya peristiwa tertentu. Bila seseorang suatu bangsa maka rakyatnya akan bersatu membela bangssanya.
Setiap muslim wajib berusaha membangun kukuhnya persatuan dan kesatuan demi tegaknya agama, masyarakat, bangsa dan negara. Hal itu dilakukan agar dapat meningkatkan kesejahteraan bersama dengan cara yang bijaksana dan seadil-adilnya menurut ketentuan Allah SWT. Agama islan adalah agama yang smepurna ajaran-ajarannya, bukan hanya membimnbing manusia mengenal tuhan dan tata cara beribadah kepadanya, tetapi juga memberi petunjuk bagaimana menyusun suatu masyarakat agar tiap-tiap anggotanya dapat hidup rukun, aman dan nyaman, yakni masing-masing hendakalah bertakwa. Allah melarang kita saling membelakangi, suka mencari kesalahan orang lain, hasud, iri dan dengki lebih-lebih berbuat aniaya yang dapat menimbulkan perselisihan diantara sesama.[4]

C.    Perilaku Tercela
1.    Israf
Israf berasal dari bahasa arab yang artinya melampaui batas. Orang yang berbuat isrof disebut musrif. Bentuk jamaknya adalah musrifin atau musrifun. Yang dimaksud dengan israf di sini ialah mempergunakan sesuatu yang melewati batas-batas yang patut menurut ajaran Allah SWT Israf termasuk perbuatan tercela, yang mendatangkan kerugian dan tidak disenangi oleh Allah.
Contoh Perbuatan Israf
a.    Berlebihan dalam Makan dan minum
Makan dan minnum adalah kebutuhan dan naluri manusia sebagai makhluk biologis, dengan makan dan minum yang seimbang (halalah toyiban) kita mendapat asupan energi baru untuk meningkatkan kualitas hidup dan beraktifitas serta menjalankan rutinitas kodratnya sebagai makhluk Allah. Islam mensyaratkan 2 hal kepada manusia dalam memenuhi kebutuhan makan dan minumnya, yaitu :
a)      Halalan, maksudnya makanan tersebut harus sesuai dengan rekomendasi syara’.
b)      Toyiban, maksudnya makanan tersebut memenuhi standar kebutuhan gizi yang seimbang bagi kehidupan biologis manusia, bukan sekedar memenuhi nafsu dan tidak  mengeksploitasi alam secara membabi buta .
b.    Berlebihan dalam berpakaian
Apabila melampaui batas-batas yang dihalalkan syara'. Misalnya berpakaian serba mewah tatkala berkumpul dengan orang-orang miskin sehingga menimbulkan rasa sombong bagi pemakainya dan menimbulkan rasa iri bagi yang memandangnya, berpakaian melampaui batas kewajaran dan kesopanan dengan membuka aurat atau mempertontonkan keindahan tubuh bagi wanita, pergi ke masjid dengan pakaian warna-warni dan bergambar yang indah sehingga orang tidak khusyu beribadah ketika memandangnya.
2.    Tabzir
Yang dimaksud dengan tabzir ialah menggunakan/ membelanjakan harta kepada hal yang tidak perlu, atau disebut juga boros. Allah SWT. menganggap orang tersebut sebagai temannya syetan.
a.    Cara menjauhi sifat tabzir
a)    Hemat dan tepat dalam menggunakan harta (efektif dan efisien)
b)   Menabung untuk masa depan.
c)    Bersedekah dan menunaikan zakat bila sudah sampai nisabnya.
d)   Memberikan bantuan kepada musafir (orang yang dalam perjalanan).
3.    Bakhil
Bakhil memiliki makna yg hampir sama dengan kikir. Bakhil adalah menahan sesuatu yg wajib sedangkan kikir yaitu menahan sesuatu yg wajib dan tamak atau rakus terhadap apa yg menjadi milik orang lain. Jadi,kikir lebih buruk daripada bakhil.
Bakhil atau pelit sebagai sifat tercela yg ditimbulkan dari rasa egois yg tinggi. Orang ini mempunyai hati yg keras, dan tidak mempunyai rasa belas kasihan juga tidak berperikemanusiaan. Penyakit ini dapat menumbuhkan rasa dengki dan iri hati dalam jiwa orang2 fakir miskin terhadap orang kaya yg bakhil. Akibatnya, orang miskin itu akan mencari kesempatan untuk melampiaskan rasa dengkinya terhadap orang kaya yg bakhil dan mencari jalan untuk menghancurkan harta kekayaan mereka.
a)    Untuk menghindari sikap bakhil hendaknya kita mengetahui kejelekan2 yg akan ditimbulkan dari sikap tersebut diantaranya:Sulit mendapatkan kebahagiaan dalam seluruh aspek hidup
b)   Akan merasakan kehinaan di hadapan orang lain, seolah2 harta yg menentukan harga dirinya.
c)    Tersiksa jiwa, karena selalu memikirkan bagaimana cara agar hartanya bertambah.
d)   Harta yg ada menjadi tidak bermanfaat karena hanya ditumpuk.
e)    Pada hari kiamat, harta yg ditumpuk akan dikalungkan di lehernya sebagai balasan atas kebakhilannya.
f)    Harta yg ditumpuk sama sekali tidak bermanfaat di hadapan Allah, melainkan hanyalah mendatangkan kerugian baginya.[5]

D.  Adab Saat Melakukan Takziyah
Takziah artinya melawat atau menjenguk orang yang meninggal dunia untuk turut mengatakan belasungkawa kepada keluarganya, serta memberi penghormatan terakhir kepada orang yang telah di panggil untuk menghadap ke akhirat Allah Swt. Takziah dapat dilakukan sebelum dan sesudah jenazah dikuburkan hingga selama tiga hari. Namun demikian, takziah diutamakan dilakukan sebelum jenazah dikuburkan. [6]
Apabila seseorang mendapat musibah kematian, maka sudah selayaknya sanak famili dan masyarakat sekitar bertakziah (melawat). Bertakziah dimaksudkan untuk meringankan beban batin orang yang tertimpa musibah. Orang yang bertakziah hadir untuk membantu dan menolong kesulitan orang yang ditinggal mati, menyatakan ikut berduka cita, menganjurkan untuk sabar, tidak berkeluh kesah, mendoakan almarhum agar mendapat ampunan dari Allah Swt. serta mendoakan semoga musibah itu terganti dengan kebaikan.
Hukum asal Takziah adalah sunnah yaitu apabila dikerjaan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa.
1.    Adab bertakziah yang baik
a.    Adab dan etikan takziah orang yang mendengar adanya musibah orang meninggal atau kematian hendaknya mengucapkan Kalimah Tayyibah yang bunyinya “Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun” yang artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali.
b.    Orang muslim yang bertakziah sebaiknya memakai baju atau berpakaian rapi dan sopan. Apabila orang yang bertakziah sudah berada di rumah duka/tempat orang yang meninggal, maka kita seharusnya menunjukkan perasaan sedih, tidak boleh tertawa, dan sebaiknya jangan berbicang-bincang dengan orang lain yang terlalu mencolok.
c.    Orang muslim yang bertakziah hendaknya harus menghibur ashhabul musibah atau keluarga yang mengalami musibah supaya mereka sabar dalam menghapi musibah karena semua manusia pasti akan mengalami yang namanya kematian atau meninggal. Apabila keadaannya memungkinkan,  sebaiknya orang yang bertakziah mendekati jenazahnya dan mendoakannya agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah Azza Wajalla.
d.   Apabila keadaan memungkinkan, orang yang bertakziah sebaiknya dapat memberikan sumbangan sehingga dapat meringankan beban dari keluarga yang ditinggalkan.
e.    Orang yang bertakziah hendaknya berusaha untuk dapat mensholatkan jenazah dengan ikut shalat jenazah, mengantarkan jenazah ke tempat pemakaman atau kuburan serta mendoakannya.[7]

E.  Kisah Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari
Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.
Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam. Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys. Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari. Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, Saya ingin menikah, ya Rasulullah, katanya.Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?tanya Rasul SAW. “Emas seberat biji kurma," jawabnya. Rasulullah bersabda, Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.
Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki Sahabat Bertangan Emas. Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka'ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas.
Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah, Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya. Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?
Ya, jawabnya. Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan.Berapa? tanya Rasulullah.Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.
Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad SAW.
Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.
Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah disampaikan kepadanya, ia bertanya, Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?”. Abdurrahman bin Auf," jawab si petugas. Aisyah berkata, Rasulullah pernah bersabda, Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar.
Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.
Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti Sa'ad bin Abi Waqqash dan yang lain. Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu.



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.    Tasawuf adalah ilmu yang mensucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin serta menjauhkan diri dari materi duniawi. Dari devinisi tentang tasawuf diatas diperhatikan dan dipahami secara utuh, maka akan tampak selain berorientasi spiritual, tasawuf juga berorentasi moral. Dari sini dapat disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian hati dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirnya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Allah. Fungsi dari tasawuf yaitu: Membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat Allah SWT, Penyempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapatkan keridhaan Allah SWT.
2.    Perilaku Terpuji
a.    Adil
b.    Ridha
c.    Amal saleh
d.   Persatuan dan kerukuknan
3.    Perilaku Tercela
a.    Israf
b.    Tabzir
c.    Bakhil
4.    Adab saat melakukan takziyah
a.    Mengucapkan Kalimah Tayyibah yang bunyinya “Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun”.
b.    Orang yang bertakziyah sebaiknya memakai baju atau berpakaian yang sopan.
c.    Berusaha ikut mensholatkan jenazah.
d.   Menberikan sumbangan, agar dapat meringankan beban keluarga jenazah.


DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim dan Darsono. Membangun Aqidah & Akhlak. Solo: PT. Tiga Serangkai
Kementrian Agama. Buku Guru Aqidah Akhlak. Jakarta: Kementrian Agama. 2015.
Nata, Abudin. Ilmu Kalam, Filsafat & Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001.
Sahabuddin.  Metode Mempelajari Ilmu Tasawuf, menurut Ulama Sufi. Surabaya: Media Varia Ilmu. 1996.
Sholih.  Asbabun Nuzul. Bandung: CV. Diponegoro. 1975.
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 1976.





[1]Sahabuddin, Metode Mempelajari Ilmu Tasawuf, menurut Ulama Sufi (Surabaya: Media Varia Ilmu, 1996), 6-7.
[2]Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat & Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 153-156.
[3]Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf  (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1976), 112-115.
[4]Ibrahim dan Darsono, Membangun Aqidah & Akhlak (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), 27-30.
[5]Kementrian Agama, Buku Guru Aqidah Akhlak (Jakarta: Kementrian Agama, 2015), 111-114.
[6]Sholih, Asbabun Nuzul (Bandung: CV. Diponegoro, 1975), 76-77.
[7]Kementrian Agama, Buku Guru Aqidah Akhlak, 126-127.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar