MATERI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS XI
SEMESTER II
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Materi Aqidah Akhlak di MTs/MA”

Disusun Oleh:
Kelompok 10
Faiz Hidatul Akbar (210315173)
Nabila Nurmayanti (210315184)
Dosen Pengampu :
Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati, M.Pd.I
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah materi pembelajaran aqidah akhlak kelas XI semester II, dan kami juga berterimakasih kepada Ibu Siti Rohmaturrosyidah Ratnawati, M.Pd.I. selaku dosen mata
kuliah Studi Materi Aqidah Akhlak di MTs/MA yang telah memberi kami tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai materi apa saja yang ada dalam pembelajaran aqidah
akhlak kelas XI semester II. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dara kata
sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah ini,
mengingat tidak ada satupun yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Dapat berguna bagi pembacanya maupun kami sendiri.
|
Ponorogo, 28 November 2017
|
|
Kelompok 10
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum
merupakan alat dalam proses pendidikan formal. Dalam sebuah kurikulum sendiri
terdapat berbagai komponen-komponen lainnya itu saling berkaitan. Apabila salah
satu komponennya tidak ada ataupun tidak berfungsi maka dapat dikatakan bahwa
kurikulum tersebut gagal atau tidak berhasil. Karena itu untuk mencapai suatu
keberhasilan kurikulum diperlukan sebuah sistem yang bagus dan dasar atau
asas-asas dalam pengembangan kurikulum pendidikan islam.
Untuk
itu maka pemakalah akan mencoba memaparkan tentang bagaimana komponen-komponen
kurikulum dan asas-asas kurikulum pengembangan Pendidikan Agama Islam (PAI).
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian tasawuf dan fungsi tasawuf?
2.
Apa saja yang termasuk perilaku terpuji?
3.
Apa saja yang termasuk perilaku tercela?
4.
Bagaimana akhlak/adab yang baik ketika melakukan
takziyah?
5.
Bagaimana kisah Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar
al-Ghifari?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tasawuf
1.
Pengertian Tasawuf
Secara etimologi,
definisi tasawuf terdiri atas beberapa mcam pengertian yakni:
a.
Shafa, artinya suci dan sufi adalah
orang yang disucikan (banyak melaksanakan ibadah, terutama sholat dan puasa).
b.
Shaf (baris), ialah baris pertama
dalam shalat di masjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang berada
dibaris depan dan banyak membaca ayat al-Qur’an serta berdzikir sebelum waktu
shalat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri
dekat dengan Tuhan.
c.
Ahl as-Suffah, yaitu para sahabat yang
hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Makkah.
Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di masjid Nabawi dan
tidur diatas bangku batu dengan memakai suffah
(pelana) sebagai bantal. Ahl as-Suffah
sungguh berhati baik serta mulia dan tidak mempentingkan duniawi, inilh sifat
kaum sufi.
d.
Suf (kain wol), dalam sejarah
tasawuf, bila seseorang ingin meamsuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian
mewahbyang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun
secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangka kesederhanaan serta
kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Jadi
tasawuf adalah orang yang memakai kain wol kasar untuk mensucikan jiwa,
menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin serta menjauhkan diri dari
materi duniawi. Dari devinisi tentang tasawuf diatas diperhatikan dan dipahami
secara utuh, maka akan tampak selain berorientasi spiritual, tasawuf juga
berorentasi moral. Dari sini dapat disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah
penyucian hati dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirnya
ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Allah.[1]
2.
Asal Usul Tasawuf
a.
Abad I dan II Hijriyah
Dalam fase ini belum bisa
sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase
kezuhudan. Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat
pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan
dan minum, menyedikitkan tidur dan lainnya.
Kesederhanaan kehidupan Nabi
diklaim sebagai penutan jalan para zahid.
Banyak ucapan dan tindakan Nabi SAW yang mencerminkan kehidupan zuhud dan
kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya
makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Pada masa ini,
terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh
sekelompok sahabat Rasul SAW yang disebut dengan Ahl al-Shuffah kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe
dan panutan para shufi. Dengan
anggapan mereka adalah para sahabat Rasul dan kehidupan mereka adalah corak
islam. Diantara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Faritsi, Abu
Hurairah, Muadz Ibn Jabal, Abdullah Ibn Mas’ud, Abdullah Ibn Umar, Khudzaifah
ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib
al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut.
b.
Abad III dan IV Hijriyah
Abad ini disebut sebagai fase
tasawuf. Pada permulaan abad ke-III hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama
kegiatan rohani mereka tidak semata-mata kebahagiaan akhirat yang ditandai
dengan pencapaian pahal dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati
hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa
konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai (fana fi al-mahbub). Kondisi ini tentu
akan mendorong ke persauan dengan yang dicintai (al-Ittihad). Disini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah
orang-orang syariat dan ahli hakikat. Pada fase ini muncul istilah fana’, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu
kondisi dimana seorang shufi kehilangan
kesadaran terhadap hal-hal fisik (al-hissiyat).
Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah
sehingga masing-masing bisa memanggil dengan kata aku (ana). Hulul adalah
masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih. Tokoh pada fase ini adalah
Abu Yazid al-Bustami dengan konsep ittihadnya,
Abu al-mughits al-husain Abu Manshur al-Hallaj yang lebih dikenal dengan
al-Hallaj dengan ajaran hulunya.
c.
Abad V Hijriyah
Fase ini disebut sebagai fase
konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur’an
dan al-hadist atau yang sering disebut dengan tasawuf suni yakni tasawuf yang
sesuai dengan tradisi (Sunnah) Nabi dan para sahabanya. Fase ini sebenarnya
merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana taswauf sudah mulai melenceng
dari koridor syariah atau tradisi (Sunnah) Nabi dan sahabanya. Tokoh tasawuf
pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali atau yang lebih dikenal dengan
al-Ghazali. Tokoh lainya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin bin Abd
al-Malik bin Talhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi,
al-Qusyairi menulis al-Risallah
al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid.
d.
Abad VI Hijriyah
Fase ini ditandai dengan
munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa (dzauq) dan rasio (akal), tasawuf
bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman-pengalaman yang
diklaim sebagai persatuan anatar Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam
bentuk pemikiran seperti konsep Wahdah
al-Wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah SWT, sedangkan
selain Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan.
Tokoh pada fase ini adalah Muhiddin Ibn Arabi atau yang dikenal dengan Ibn
Arabi dengan konsep Wahdah al-Wujudnya.
Ibn Arabi yang dilahirkan pada tahun 560H dikenal dengan sebutan als-Syaikh
al-Akbar (syekh Besar). Tokoh lain adalah al-Syuhrawardi dengan konsep isyrahqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan
tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindiqan pada masa pemerintahan
Shalahudin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in dan Ibnu
al-Faridl. [2]
3.
Fungsi Tasawuf
a.
Membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat Allah SWT
b.
Penyempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapatkan
keridhaan Allah SWT.
c.
Membersihkan jiwa dari pengaruh materi
d.
Memperteguh dan menyuburkan keyakinan beragama
e.
Mempertinggi akhlak manusia.[3]
B.
Perilaku Terpuji
1. Adil
Adil menurut bahasa Arab disebut dengan kata ‘adilun, yang berarti samadengan
seimbang. Menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah diartikan tidak berat
sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar, berpegang pada kebenaran,
sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Dan menurut ilmu akhlak ialah meletakan
sesuatu pada tempatnya, memberikan atau menerima sesuatu sesuai haknya, dan
menghukum yang jahat sesuai haknya, dan menghukum yang jahat sesuai dan kesalahan dan pelanggaranya
a.
Nilai Positif Sikap Adil
Keadilan merupakan sesuatu yang bernilai tinggi,
baik, dan mulia. Apabila keadilan diwujudkan dalam kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat, serta bangsa dan Negara, sudah tentu ketinggian, kebaikan, dan
kemuliaan akan diraih. Jika seseorang mampu mewujudkn keadilan dalam dirinya sendiri,
tentu akan meraih keberhasilan dalam hidupnya, memperoleh kegembiraan batin,
disenangi banyak orang, dapat meningkatkan kualitas diri, dan memperoleh
kesejahteraan hidup duniawi serta ukkhrawi
(akhirat).
2. Ridha
Perkataan ridha berasal dari
bahasa arab, radhiya yang artinya
senang hati (rela). Ridha menurut syariah adalah menerima dengan senang hati
atas segala yang diberikan Allah swt, baik berupa hokum (peraturan-peraturan)
maupun ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sikap ridha harus
ditunjukkan, baik ketika menerima nikmat maupun tatkala ditimpa musibah.
Sikap rida dapat ditunjukkan
melalui hal-hal sebagai berikut:
a.
Sabar
dalam melaksanakan kewajiban hingga selesai dengan kesungguhan usaha atau
ikhtiar dan penuh tanggung jawab.
b.
Senantiasa
mengingat Allah swt. dan tetap melaksanakan shalat dengan kusyuk.
c.
Tidak
iri hati atas kekurangan atau kelebihan orang lain dan tidak ria untuk dikagumi
hasil usahanya.
3. Amal Saleh
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, amal diartikan sebagai perbuatan (baik atau buruk). Secara istilah,
amal saleh berarti perbuatan sungguh- sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun
menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan
terhadap masyarakat atau sesama manusia.contoh mengumpulkan dana untuk membantu
korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo dan anak yatim piatu.
a.
Membiasakan
Amal Saleh
Setiap amal saleh, harus didasari
niat yang suci dan ikhlas. Jangan sampai seorang yang beramal memiliki niat
yang salah, ada udang dibalik madu. Misasal, mengharap kedudukan,pujian, atau
keuntungan yang lain-lain.
Berusaha atau beramal, pada
umumnya tidak memandang ruang dan waktu serta tidak hanya pada saat yang
lapang. Dalam situasi apa pun, kita tidak menyianyiakan untuk beramal atau
berusaha. Walaupun hasil amal itu belum tampak sekarang, hal itu tidak boleh
menjadikan kita malas beramal.
4.
Persatuan
dan kerukunan
Pengertian
Persatuan ialah ikatan yang terjadi antara dua orang lebih yang mereka
melakukan tidak yang sama dalam hal terjadinya peristiwa tertentu. Bila
seseorang suatu bangsa maka rakyatnya akan bersatu membela bangssanya.
Setiap muslim wajib berusaha membangun kukuhnya
persatuan dan kesatuan demi tegaknya agama, masyarakat, bangsa dan negara. Hal
itu dilakukan agar dapat meningkatkan kesejahteraan bersama dengan cara yang
bijaksana dan seadil-adilnya menurut ketentuan Allah SWT. Agama islan adalah
agama yang smepurna ajaran-ajarannya, bukan hanya membimnbing manusia mengenal
tuhan dan tata cara beribadah kepadanya, tetapi juga memberi petunjuk bagaimana
menyusun suatu masyarakat agar tiap-tiap anggotanya dapat hidup rukun, aman dan
nyaman, yakni masing-masing hendakalah bertakwa. Allah melarang kita saling
membelakangi, suka mencari kesalahan orang lain, hasud, iri dan dengki
lebih-lebih berbuat aniaya yang dapat menimbulkan perselisihan diantara sesama.[4]
C. Perilaku
Tercela
1. Israf
Israf berasal dari bahasa arab yang
artinya melampaui batas. Orang yang berbuat isrof disebut musrif. Bentuk
jamaknya adalah musrifin atau musrifun. Yang dimaksud dengan israf di sini ialah mempergunakan
sesuatu yang melewati batas-batas yang patut menurut ajaran Allah SWT Israf termasuk perbuatan tercela, yang
mendatangkan kerugian dan tidak disenangi oleh Allah.
Contoh Perbuatan Israf
a.
Berlebihan dalam Makan dan minum
Makan dan minnum adalah kebutuhan
dan naluri manusia sebagai makhluk biologis, dengan makan dan minum yang
seimbang (halalah toyiban) kita
mendapat asupan energi baru untuk meningkatkan kualitas hidup dan beraktifitas
serta menjalankan rutinitas kodratnya sebagai makhluk Allah. Islam mensyaratkan
2 hal kepada manusia dalam memenuhi kebutuhan makan dan minumnya, yaitu :
a)
Halalan, maksudnya makanan tersebut harus sesuai
dengan rekomendasi syara’.
b)
Toyiban, maksudnya makanan tersebut memenuhi standar
kebutuhan gizi yang seimbang bagi kehidupan biologis manusia, bukan sekedar
memenuhi nafsu dan tidak mengeksploitasi alam secara membabi buta .
b.
Berlebihan dalam berpakaian
Apabila melampaui batas-batas yang
dihalalkan syara'. Misalnya berpakaian serba mewah tatkala berkumpul dengan
orang-orang miskin sehingga menimbulkan rasa sombong bagi pemakainya dan
menimbulkan rasa iri bagi yang memandangnya, berpakaian melampaui batas
kewajaran dan kesopanan dengan membuka aurat atau mempertontonkan keindahan
tubuh bagi wanita, pergi ke masjid dengan pakaian warna-warni dan bergambar
yang indah sehingga orang tidak khusyu beribadah ketika memandangnya.
2.
Tabzir
Yang dimaksud dengan tabzir ialah menggunakan/ membelanjakan
harta kepada hal yang tidak perlu, atau disebut juga boros. Allah SWT.
menganggap orang tersebut sebagai temannya syetan.
a.
Cara menjauhi sifat tabzir
a)
Hemat dan tepat dalam menggunakan harta (efektif dan
efisien)
b)
Menabung untuk masa depan.
c)
Bersedekah dan menunaikan zakat bila sudah sampai
nisabnya.
d)
Memberikan bantuan kepada musafir (orang yang dalam
perjalanan).
3.
Bakhil
Bakhil memiliki makna yg hampir sama dengan kikir.
Bakhil adalah menahan sesuatu yg wajib sedangkan kikir yaitu menahan sesuatu yg
wajib dan tamak atau rakus terhadap apa yg menjadi milik orang lain. Jadi,kikir
lebih buruk daripada bakhil.
Bakhil atau pelit sebagai sifat tercela yg
ditimbulkan dari rasa egois yg tinggi. Orang ini mempunyai hati yg keras, dan
tidak mempunyai rasa belas kasihan juga tidak berperikemanusiaan. Penyakit ini
dapat menumbuhkan rasa dengki dan iri hati dalam jiwa orang2 fakir miskin
terhadap orang kaya yg bakhil. Akibatnya, orang miskin itu akan mencari
kesempatan untuk melampiaskan rasa dengkinya terhadap orang kaya yg bakhil dan
mencari jalan untuk menghancurkan harta kekayaan mereka.
a)
Untuk menghindari sikap bakhil hendaknya kita
mengetahui kejelekan2 yg akan ditimbulkan dari sikap tersebut diantaranya:Sulit
mendapatkan kebahagiaan dalam seluruh aspek hidup
b)
Akan merasakan kehinaan di hadapan orang lain, seolah2
harta yg menentukan harga dirinya.
c)
Tersiksa jiwa, karena selalu memikirkan bagaimana cara
agar hartanya bertambah.
d)
Harta yg ada menjadi tidak bermanfaat karena hanya
ditumpuk.
e)
Pada hari kiamat, harta yg ditumpuk akan dikalungkan
di lehernya sebagai balasan atas kebakhilannya.
f)
Harta yg ditumpuk sama sekali tidak bermanfaat di
hadapan Allah, melainkan hanyalah mendatangkan kerugian baginya.[5]
D. Adab Saat Melakukan
Takziyah
Takziah artinya melawat atau menjenguk orang yang
meninggal dunia untuk turut mengatakan belasungkawa kepada keluarganya, serta
memberi penghormatan terakhir kepada orang yang telah di panggil untuk
menghadap ke akhirat Allah Swt. Takziah dapat dilakukan sebelum dan sesudah
jenazah dikuburkan hingga selama tiga hari. Namun demikian, takziah diutamakan
dilakukan sebelum jenazah dikuburkan. [6]
Apabila seseorang mendapat musibah kematian, maka
sudah selayaknya sanak famili dan masyarakat sekitar bertakziah (melawat).
Bertakziah dimaksudkan untuk meringankan beban batin orang yang tertimpa
musibah. Orang yang bertakziah hadir untuk membantu dan menolong kesulitan
orang yang ditinggal mati, menyatakan ikut berduka cita, menganjurkan untuk
sabar, tidak berkeluh kesah, mendoakan almarhum agar mendapat ampunan dari
Allah Swt. serta mendoakan semoga musibah itu terganti dengan kebaikan.
Hukum asal Takziah adalah sunnah yaitu apabila
dikerjaan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa.
1.
Adab bertakziah
yang baik
a.
Adab dan etikan
takziah orang yang mendengar adanya musibah orang meninggal atau kematian hendaknya mengucapkan Kalimah Tayyibah
yang bunyinya “Innalillahi Wa Inna Ilaihi
Rajiun” yang artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya
kami akan kembali.
b.
Orang muslim
yang bertakziah sebaiknya memakai baju atau berpakaian rapi dan sopan. Apabila
orang yang bertakziah sudah berada di rumah duka/tempat orang yang meninggal,
maka kita seharusnya menunjukkan perasaan sedih, tidak boleh tertawa, dan
sebaiknya jangan berbicang-bincang dengan orang lain yang terlalu mencolok.
c.
Orang muslim
yang bertakziah hendaknya harus menghibur ashhabul
musibah atau keluarga yang mengalami musibah supaya mereka sabar
dalam menghapi musibah karena semua
manusia pasti akan mengalami yang namanya kematian atau meninggal. Apabila
keadaannya memungkinkan, sebaiknya orang yang bertakziah mendekati
jenazahnya dan mendoakannya agar dosa-dosanya diampuni oleh Allah Azza Wajalla.
d.
Apabila keadaan
memungkinkan, orang yang bertakziah sebaiknya dapat memberikan sumbangan
sehingga dapat meringankan beban dari keluarga yang ditinggalkan.
e.
Orang yang
bertakziah hendaknya berusaha untuk dapat mensholatkan jenazah dengan ikut
shalat jenazah, mengantarkan jenazah ke tempat
pemakaman atau kuburan serta
mendoakannya.[7]
E.
Kisah Abdurrahman bin Auf dan
Abu Dzar al-Ghifari
Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang
yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar
gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang
bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping
itu, ia adalah seorang mufti yang
dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.
Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr.
Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk
Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia
mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk
Islam. Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama
masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan
tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman
turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri
dan agama dari tekanan Quraiys. Tatkala
Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman
menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini,
Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin
Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari. Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah,
ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak.
Ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar
di kota ini!” Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di
mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama
menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar
nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Saya ingin menikah, ya Rasulullah,” katanya. “Apa
mahar yang akan kau berikan pada istrimu?” tanya
Rasul SAW.
“Emas seberat biji
kurma," jawabnya. Rasulullah
bersabda, “Laksanakanlah walimah
(kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah
memberkati pernikahanmu dan hartamu.”
Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur.
Seandainya ia mendapatkan sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan
perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki “Sahabat Bertangan Emas”. Pada saat Perang Badar meletus,
Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia
berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka'ab
At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping
Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal
paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad
di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin
untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf
memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah
emas.
Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab
berbisik kepada Rasulullah, “Sepertinya Abdurrahman
berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya”. Rasulullah
bertanya kepada Abdurrahman, “Apakah kau meninggalkan
uang belanja untuk istrimu?”
“Ya”, jawabnya. “Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan”. “Berapa?” tanya Rasulullah. “Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah”.
“Ya”, jawabnya. “Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan”. “Berapa?” tanya Rasulullah. “Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah”.
Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam
kesempatan inilah Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum
pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang.
Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah. Setelah hampir
selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan
mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama daripada
menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad SAW.
Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf
bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin
(para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka
dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.
Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang
tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin.
Ketika jatah Aisyah disampaikan kepadanya, ia bertanya, “Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?”. Abdurrahman bin Auf," jawab si petugas. Aisyah berkata, “Rasulullah pernah bersabda, “Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian
sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar.”
Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.
Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.
Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan
karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Ketika meninggal dunia,
jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti Sa'ad bin Abi Waqqash dan
yang lain. Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, “Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan
engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Tasawuf adalah ilmu yang mensucikan jiwa, menjernihkan
akhlak, membangun dhahir dan batin serta menjauhkan diri dari materi duniawi. Dari
devinisi tentang tasawuf diatas diperhatikan dan dipahami secara utuh, maka
akan tampak selain berorientasi spiritual, tasawuf juga berorentasi moral. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian hati dan
penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirnya ialah hubungan yang
benar dan harmonis antara manusia dan Allah. Fungsi dari tasawuf yaitu:
Membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat Allah SWT, Penyempurna untuk
keselamatan diakhirat dan mendapatkan keridhaan Allah SWT.
2.
Perilaku Terpuji
a.
Adil
b.
Ridha
c.
Amal saleh
d.
Persatuan dan kerukuknan
3.
Perilaku Tercela
a.
Israf
b.
Tabzir
c.
Bakhil
4.
Adab saat melakukan takziyah
a.
Mengucapkan
Kalimah Tayyibah yang bunyinya “Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun”.
b.
Orang yang
bertakziyah sebaiknya memakai baju atau berpakaian yang sopan.
c.
Berusaha ikut
mensholatkan jenazah.
d.
Menberikan
sumbangan, agar dapat meringankan beban keluarga jenazah.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim dan Darsono. Membangun Aqidah & Akhlak. Solo: PT. Tiga
Serangkai
Kementrian Agama. Buku Guru Aqidah Akhlak. Jakarta: Kementrian
Agama. 2015.
Nata, Abudin. Ilmu
Kalam, Filsafat & Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001.
Sholih. Asbabun Nuzul. Bandung:
CV. Diponegoro. 1975.
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya:
PT. Bina Ilmu. 1976.
[1]Sahabuddin, Metode Mempelajari
Ilmu Tasawuf, menurut Ulama Sufi (Surabaya: Media Varia Ilmu, 1996), 6-7.
[2]Abudin Nata,
Ilmu Kalam, Filsafat & Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), 153-156.
[3]Mustafa
Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf (Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1976), 112-115.
[4]Ibrahim dan Darsono, Membangun Aqidah & Akhlak (Solo: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), 27-30.
[5]Kementrian Agama, Buku Guru Aqidah Akhlak (Jakarta: Kementrian
Agama, 2015), 111-114.
[6]Sholih, Asbabun Nuzul (Bandung: CV. Diponegoro, 1975), 76-77.
[7]Kementrian Agama, Buku Guru Aqidah Akhlak, 126-127.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar