Selasa, 03 Juli 2018

MAQAMAT dan AHWAL DALAM TASAWUF





MAQAMAT dan AHWAL
DALAM TASAWUF
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran “Aqidah Akhlak”


 
                         Disusun Oleh :
1.     Sholihul Umma
2.      Rizka Yunia S.
3.      Deni Agung P.
4.       Diki Qoirul A.




MA YPI MANBAUL ULUM
SEMANDING JENANGAN PONOROGO
BAB I

Pengenalan diri di kalangan sufi merupakan sesuatu yang sangat penting. Orang yang tidak mau mengenali dirinya sendiri, sama saja dengan karung yang kosong melompong. Ilmu pengetahuan diri dianggap ilmu rahasia. Orang yang belum pernah belajar ilmu pengenalan diri dianggap belum sempurna imannya.
Maqamat di dalam tasawuf mempunyai arti sebagai tingkatan-tingkatan yang harus di tempu oleh seorang sufi untuk mencapai ma’rifatullah (mengenal Alloh), yang sifatnya permanen atau tetap, namun sifatnya tidak tegas dan tidak berurutan.
Didalam tasawuf, banyak teori yang menyebut karakter-karakter keluhuran yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Karakter-karakter tersebut tergambar dalam konsep-konsep yang salah satunya adalah maqamat.
Dalam konsep maqamat, terdapat banyak karakter keluhuran yang dijadikan syarat bagi seseorang yang pendakian spiritual, dan karakter-karakter tadi yang diantaranya adalah Taubah yang berarti semangat untuk melakukan perubahan yang lebih baik.
 Atas dasar pemikiran di atas kami mengambil judul makalah “Tingkatan Ahwal dan Tasawuf”. Dan juga masih terdapat karakter-karakter lain yang akan dibahas lebih detail dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan maqamat dan tingkatannya dalam tasawuf ?
2.      Apa yang dimaksud dengan ahwal dan tingkatannya dalam tasawuf ?

C. Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui penjelasan dari maqamat dan tingkatannya dalam tasawuf.
2.      Untuk mngetahui penjelasan dari ahwal dan tingkatannya dalam tasawuf.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Maqamat
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat atau kedudukan. Dalam Sufi Terminology,The Mystical Language of Islam,maqam diterjemahkan sebagai spiritual. Karena sebuah maqam diperoleh melalui daya upaya (Mujahadah) dan ketulusan dalam menempuh jalan spiritual. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Maqam dilalui seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya.Dengan demikian kualitas-kualitas tingkatan tersebut akan senantiasa melekat, semakin tinggi kedudukan yang dicapai maka akan sempurna dan utuh kualitas dari diri seseorang.[1]

B. Tingkatan Maqamat
1)    Taubat
Taubat berasal dari Bahasa Arab taba-yatubu-taubatan yang berarti “kembali” dan “penyelesalan”. Sedangkan pengertian taubat bagi kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan diikuti dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah. Yang dimaksud sebagai maqam dalam tasawuf adalah upaya taubat, karena merasakan kenikmatan batin. Taubat ini dilakukan para sufi hingga mampu menggapai maqam yang lebih tinggi.
Ibnu Taimiyah membedakan taubat menjadi dua: taubat wajib dan taubat sunnah. Taubat wajib adalah taubat karena menyesali perbuatan yang meninggalkan perkara-perkara wajib, atau menyesal karena melakukan perkara-perkara haram. Sedangkan taubat sunnah adalah taubat karena menyesali perbuatan meninggalkan perkara-perkara sunnah, atau karena menyesali perbuatan melakukan perkara-perkara makruh.

2)    Wara’
Wara’,secara harfiah, berarti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau maksiat. Sedangkan pengertian wara’ dalam pandangan sufi adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan lainnya. Disamping meninggalkan sesuatu yang belum jelas hukumnya, dalam sufi, wara’ suga berarti meninggalkan segala hal yang berlebihan,baik berwujud benda dan perilku. Selain itu,juga meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat.
Para ahli tasawuf juga membagi  wara’ menjadi dua yaitu wara’ lahiriyah dan wara’ batiniyah. Wara’ lahiriyah berarti meninggalkan segala hal yang tidak diridhoi oleh Allah, sedangkan wara’ batiniyah adalah tidak menempatkan atau mengisi hati kecuali dengan mengingat Allah.

3)    Zuhd
Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Dengan kata lain Zuhd adalah menjauhkan diri dari apapun yang dapat memalingkan dari Tuhan. Dalam pandangan kaum sufi, dunia dan segala isinya merupakan sumber kemaksiatan dan kemungkaran yang dapat menjauhkannya dari Tuhan. Ketika seorang sufi tidak lagi terbelenggu oleh kehidupan duniawi dan hanya membutuhkan Allah, maka dengan sendirinya ia telah sampai pada derajat kefakiran faqr. Sikap zuhd ini erat hubungannyadengan taubah, sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terkait kepada kesenangan duniawi. Dalam tasawuf,Zuhd merupakan maqam yang yang sangat menentukan.

4)    Farq
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir dipandang sebagai sikap hidup yang tidak terlalu berlebihan atau memaksakan diri untuk mendapatkan sesuatu. Tidak menuntut lebih dari apa yang telah diterimakan kepadanya. Karena segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah menjadi milik Allah SWT. Kebanyakan para sufi memilih untuk hidup miskin karena semakin banyak harta benda yang dimiliki akan semakin menyulitkan mereka dihari kiamat. Kekayaan atau kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang dapat memalingkan seseorang dari Tuhannya.Untuk dapat menghilangkan diri dari golongan duniawi dibutuhkan kesabaran yang tinggi. Oleh karenanya orang yang faqr pada dasarnya adalah orang yang telah mencapai maqam sabr.

5)    Shabr
Sabar, secara harfiah,berarti tabah hati.Sabar berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetap tenang ketika mendapat cobaan dan menampakkan sikap cukup, walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran. Kesabaran merupakan suatu kekuatan yang membuat diri seseorang dapat bertahan dari segala macam dorongan dan gangguan yang datang dari luar dirinya.
Sedemikian pentingnya sabar dalam kehidupan manusia,maka para sufi menjadikan sabar sebagai maqamah yang teramat penting untuk dilalui dalam perjalanan spiritualnya.

6)    Tawakkal
Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Sehingga seseorang yang telah menyerahkan sepenuhnya kepada Allah,tidak ada keraguan dan kemasygulan tentang apapun yang menjadi keputusan Allah. Seseorang yang ada pada maqam tawakkal akan merasakan ketenangan dan ketentraman. Ia senantiasa merasa mantap dan optimis dalam bertindak.




7)    Ridla
Ridha, secara harfiah, berarti rela, senang dan suka. Sedangkan pengertiannya secara umum adalah tidak menentang qadha dan qadar Allah, menerima qadha dan qadar denga hati senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Ridla adalah buah dari tawakkal.Dimana jika seorang sufi telah bebar-benar melaksanakan tawakkal maka dengan sendirinya ia akan sampai pada maqam ridla.

C. Pengertian Ahwal
Ahwal adalah jamak dari hal yang berarti keadaan atau situasi kejiwaan. Secara terminology, Ahwal berarti keadaan spiritual yang menguasai hati.Hal masuk dalam hati seseorang sebagai anugrah yang diberikan oleh Allah.Hal datang dan pergi dan pergi dari diri seseorang dengan tanpa usaha. Karena dengan cara tiba-tiba,maka pada dasarnya maqam adalah upaya (makasib) sedang hal adalah karunia (mawahib). Sehingga kadang hal datang dalam waktu yang cukup lama dan kadang datang hanya sekejap.
 Banyak kalangan yang menyatakan bahwa jika dipahami lebih dalam, pada dasarnya hal tidak lebih merupakan bagian dari manifestasi tercapainya maqam sesuai dengan hasil usaha yang sungguh-sungguh dengan amalan-amalan yang baik dan dengan penuh kepasrahan kepada Allah. Meskipun hal merupakan kondisi yang bersifat karunia (mawahib) namun seseorang yang ingin memperolehnya tetap harus melalui upaya dengan memperbanyak amal baik atau ibadah. Pada dasarnya ahwal dan maqamat adalah satu kesatuan,perbedaannya Jika maqam diperoleh melalui usaha, akan tetapi hal bukan diperoleh melalui usaha,melainkan anugerah dan rahmat dari Tuhan. Maqam sifatnya permanen, sedangkan hal sifatnya temporer sesuai tingkatannya.

D.  Tingkatan Ahwal
1.     Muraqabah
Muraqabah adalah kondisi kejiwaan yang dengan sepenuhnya ada dalam keadaan konsentrasi dan waspada. Merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Hal penting yang harus ditunjukkan dalam muraqabah adalah konsistensi diri terhadap perilaku yang baik. Oleh karenannya,melakukan muraqabah dibutuhkan disiplin yang tinggi . Kedisiplinan inilah yang akan menghantar seseorang menuju kebahagiaan yang hakiki.
2.     Mahabbah
Mahabbah (cinta) mengandung arti keteguhan dan kemantapan.Seseorang yang sedang dilanda cinta. Ia senantiasa teguh dan mantap ,serta senantiasa mengingat dan memikirkan yang dicinta. Mahabbah pada tingkatan selanjutnya dapat diartikan suatu usaha sungguh-sungguh  dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan terwujudnya kecintaan yang mendalam kepada Allah.
3.     Khauf
Khauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdianya. Takut dan khawatir kalau Allah tidak senang kepadanya. Perasaan takut ini sangat sulit untuk bisa dipahami oleh seseorang dengan kasat mata, karena hal ini sangat terkait dengan pengalaman keberagamaan seseorang yang bersifat pribadi. Perasaan takut akan memberikan dorongan untuk melakukan yang terbaik sehingga akan menerima akibat yang baik pula.
4.     Raja’
Raja’ dapat berarti berharap atau optimisme, yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Seseorang yang mengharapkan sesuatu akan berupaya semaksimal mungkin untuk meraih dan merealisasikan harapannya. Jika perasaan takut dilengkapi dengan harapan,maka akan menimbulkan keberanian pada diri seseorang.
5.     Shauq
Shauq (rindu) merupakan luapan perasaan yang mengharapkan untuk senantiasa bertemu dengan sesuatu yang dicintai. Begitu pula seorang hamba yang dilanda kerinduan pada Allah SWT akan terlepas dari hasrat selain Allah. Sebagai bukti dari perasaan shauq adalah terbebasnya dari hawa nafsu.
6.     Uns
Uns (perasaan suka cita) merupakan kondisi kejiwaan dimana seseorang merasakan kedekatan dengan Tuhan. Seseorang yang ada pada kondisi uns akan merasaka kebahagiaan, kegembiraan serta suka cita yang meluap-luap. Dalam keadaan seperti ini, seorang sufi merasakan tidak ada yang dirasa, tidak ada yang diingat, tidak ada yang diharap kecuali Allah. Segenap jiwa terpusat kepada-Nya.
7.     Tuma’ninah
Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau khawatir, tidak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Seseorang yang telah mencapai tingkatan thuma’ninah, ia telah kuat akalnya, kuat imannya dan ilmunya serta bersih ingatannya. Jadi, orang tersebut merasakan ketenangan, bahagia, dan tentram.
8.     Musyahadah
Musyahadah secara harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala. Secara terminologi, musyahadah adalah menyaksikan secara jelas dan sadar apa yang dicarinya (Allah) atau penyaksian terhadap kekuasaan dan keagungan Allah. Seorang sufi telah mencapai musyahadah ketika sudah merasakan bahwa Allah telah hadir atau Allah telah berada dalam hatinya dan seseorang sudah tidak menyadari segala apa yang terjadi, segalanya tercurahkan pada yang satu, yaitu Allah.
9.     Yaqin
Yaqin merupakan sebuah kepercayaan yang kuat dan tidak tergoyahkan tentang kebenaran pengetahuan yang dimiliki,karena penyaksiaannya dengan segenap jiwanya dan dirasakan oleh seluruh ekspresinya serta disaksikan oleh segenap eksistensinya.  


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan. Sedangkan ahwal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata. Pada dasarnya pencapaian maqamah dan ahwal adalah merupakan pengalaman spiritual yang bersifat pribadi, sehingga yang mengetahui secara persis adalah sufi yang mengalaminya secara langsung.




DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Muhayya.1996/1997.Maqamat dan Ahwal. Jakarta: Depag RI.
Muhammad, Hasyim.2002.Dialog antara Tasawuf dan Psikologi.Yogyakarta : Pustaka pelajar.
http://ipnu-ippnu-joho.blogspot.com/2013/05/maqamat-dan-ahwal-dalam-tasawuf
Syukur, Amin.2003. Tasawuf Kontekstual.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar