DINASTI SAFAWI DI PERSIA DAN MUGHAL DI INDIA
BESERTA KEMAJUAN YANG DICAPAI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Materi SKI di MA”

Disusun Oleh Kelompok 9:
Mahfut Hakim (210315180)
Nabila Nurmayanti (210315184)
Dosen Pengampu :
Zainur Rofik, M.Pd.I
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan peradaban Islam mengalami kemunduran yang sangat dramatis dari
segala sisi setelah beberapa daerah kekuasaan politik Islam berhasil dikuasai
akibat serangan bangsa Mongol serta direbutnya kembali Spanyol
ke tangan Eropa.
Sedangkan perkembangan peradaban Islam di Persia dimulai sejak
berdirinya kerajaan Safawi, yang dipelopori oleh Safi Al-Din sejak tahun 1252
hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri di saat Kerajaan Turki Usmani mencapai
puncak kejayaannya
Meskipun dalam kondisi yang terpecah belah dan lebih dari
satu abad umat Islam menderita dan dihancurkan oleh Mongol di bawah
Hulagu Khan, namun Umat Islam berusaha bangkit dari keterpurukan tersebut.
Untuk menyelami sejarah peradaban Islam tersebut, dalam makalah ini hanya
akan membahas dua diantara tiga kerajaan besar Islam yaitu Kerajaan Safawi dan
Mughal saja yang mencakup sejarah berdirinya, perkembangan dan prestasi yang
dicapai serta masa kemunduran yang dialami.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Seperti apa sejarah
berdirinya kerajaan Safawi dan Mughal ?
2. Apa saja prestasi dan
kemajuan yang telah dicapai kerajaan Safawi dan Mughal dalam dunia Islam ?
3. Faktor-fakator apa yang
menyebabkan terjadinya kemunduran kerajaan Safawi dan Mughal ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya
seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai
penganut Syi'ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan
Safawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran.
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah
Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama
pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang ke-Enam “Musa
al-Kazim” gurunya bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301
M). Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan
pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid'ah. Tarekat ini menjadi semakin
penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni
yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia,
Syiria dan Anatolia.
Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap
ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk
berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang
telah mereka yakini (ajaran Syi'ah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid
tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan
menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah.
Bermula dari prajurit akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa
kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan
menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan
kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam),
salah satu suku bangsa Turki, yang akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah
dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari
penguasa Diyar Bakr, Ak-Koyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana
Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.[1]
Tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M,
ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh
tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut (Brockelman,
1974:494). Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar secara resmi pada
tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah
Isma'il yang kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia dan
mengatakan bahwa Syi'ahlah yang resmi dijadikan mazhab kerajaan ini. Kerajaan
inilah yang dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran.
Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail.
Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan
pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash
(baret merah). Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail
menyerang dan mengalahkan Ak Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan.
Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota Ak
Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya.
Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti
Safawi. Ia disebut juga Ismail I (Brockelmann, 1974:398). Ismail I berkuasa
kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan
sisa-sisa kekuatan Ak Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di
Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan
daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam
waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan
bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent).[2]
Dalam memenuhi hasrat politiknya Ismail I juga melakukan serangan ke Turki
Usmani, sehingga meletuslah peperangan antara dua kerajaan besar tersebut pada
tahun 1514 M di Chaldiran, dekat Tabriz. Dan berakhir dengan kekalahan kerajaan
Safawi, namun karena terjadi perpecahan secara internal ditubuh militer
kerajaan turki Usmani[3]sehingga
kerajaan Safawi diuntungkan sehingga dapat selamat dari kehancuran. Kekalahan
yang diderita kerajaan Safawi menimbulkan peperangan yang berlanjut pada masa
pemerintahan Ismail II (1676-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587),
hingga terjadi gencatan senjata dan perjanjian damai pada masa raja kelima
Safawi yang bernama Abbas I.
Pada Masa Abbas I kejayaan kerajaan Safawi mencapai puncaknya, tidak hanya
dibidang politik tapi dibidang lain juga mengalami kemajuan, diantaranya :
1. Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi pada masa itu bermula dengan penguasaan atas kepulauan
Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian
Safawiyah menguasai jalur perdagangan antara Barat dan Timur. Di samping sector
perdagangan, Safawiyah juga mengalami kemajuan dalam bidang pertanian, terutama
hasil pertanian dari daerah Bulan Sabit yang sangat subur (Fertille Crescent).
2. Bidang Ilmu Pengetahuan
Sepanjang sejarah Islam Persia di kenal sebagai bangsa yang telah
berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu
Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi,
filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah,
teolog dan seorang yang pernah pernah mengadakan observasi tentang kehidupan
lebah
3. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah
bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Kota
Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I
wafat, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan
273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan,
keramik, permadani dan benda seni lainnya
Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam
raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman
(1667-1694 M), Husein (1694- 1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III
(1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak
menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran
yang akhirnya membawa kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga
menjadi penyebab kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan
sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan.
Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
a. Adanya konflik yang
berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab
Syi'ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani, sehingga tidak pernah ada
perdamaian antara dua kerajaan besar ini.
b. Terjadinya dekandensi
moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan Safawi, yang juga ikut
mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik
dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun
menyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.
c. Pasukan ghulam
(budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan
yang tinggi seperti semangat Qizilbash. Hal ini dikarenakan mereka tidak
memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak
memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya
terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
d. Seringnya terjadi
konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.[4]
B. Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi.
Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak benua India. Awal
kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah al-Walid, dari
Dinasti Bani Umayyah. Penaklukkan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani
Umayyah di bawah pimpinanMuhammad ibn Qasim.
Mughal merupakan
kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri
antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang
penziarah dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah
satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang telah
masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15. Kerajaan ini
berdiri pada saat di Asia kecil berdiri tegak sebuah kerajaan Turki Usmani dan
di Persia kerajaan Safawi. Ketiganya pada saat yang sama menjadi sebuah
negara-negara adikuasa di Dunia. Mereka juga menguasai perekonomian, politik
serta militer dan mengembangkan kebudayaan.
Ayahnya bernama Umar
Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya dari
orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Setelah naik tahta ia
mencanangkan obsesinya untuk menguasai seluruh Asia Tengah, sebagaimana Timur
Lenk tempo dulu. Namun, ambisinya itu terhalang oleh kekuatan Urbekiztan, dan
mengalami kekalahan Namun berkat bantuan Ismail I (1500-1524 M), raja Safawi,
Babur dapat menguasai Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki
Kabul, ibukota Afganistan.[5]
Dari sini ia memperluas
kekuasaannya ke sebelah Timur (India). Saat itu, Ibrahim Lodi, penguasa India,
di landa krisis sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Daulah Khan,
Gubernur Lahore dan Alam Khan, paman Ibrahim sendiri melakukan pembangkangan
pada tahun 1524 terhadap pemerintahan Ibrahim Lodi, dan meminta bantuan Babur
untuk merebut Delhi. Tiga kekuatan itu bersatu untuk menyerang kekuatan
Ibrahim, tetapi gagal memperoleh kemenangan. Mereka melihat bahwa Babur tidak
sungguh-sungguh membantu mereka.
Ketidakseriusan Babur
menimbulkan kecurigaan di mata Daulah Khan dan Alam Khan, sehingga keduanya
berbalik menyerang Babur. Kesempatan itu tidak disia-siakan Babur, ia berusaha
keras untuk mengalahkan gabungan dua kekuatan tersebut. Daulah Khan dan Alam
Khan dapat dikalahkan, Lahore dikuasainya pada tahun 1525 M. Dari Lahore ia
terus bergerak ke selatan hingga mencapai Panipat. Di sinilah ia berjumpa
dengan pasukan Ibrahim maka terjadilah pertempuran yang dahsyat. Ibrahim
beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu.
Babur memperoleh
kemenangan yang amat dramastis dalam pertempuran Panipat I (1526 M) itu, karena
hanya dengan didukung 26.000 personel angkatan perang, ia dapat melumpuhkan
kekuatan Ibrahim yang di dukung oleh 100.000 personel dan 1.000 pasukan gajah.
Babur memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya
disana. Dengan demikian berdirilah kerajaan Mughal di India.
Kemenangannya yang
begitu cepat mengundang reaksi dari para penguasa Hindu setempat. Proklamasi
1526 M yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari Rajput dan Rana Sanga
didukung oleh para kepala suku India tengah dan umat Islam setempat yang belum
tunduk pada penguasa yang baru tiba itu, sehingga ia harus berhadapan langsung
dengan dua kekuatan sekaligus. Tantangan tersebut dihadapi Babur pada tanggal
16 Maret 1527 M di Khanus dekat Agra. Babur memperoleh kemenangan dan Rajput
jatuh ke dalam kekuasaannya.
Setelah Rajput dapat
ditundukkan, konsentrasi Babur diarahkan ke Afganistan, yang saat itu dipimpin
oleh Mahmud Lodi saudara Ibrahim Lodi. Kekuatan Mahmud dapat dipatahkan oleh
babur tahun 1529 M sehingga Gogra dan Bihar jatuh ke bawah kekuasaannya. Pada
tahun 1530 M Babur meninggal Dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah
selama 30 tahun, dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang.
Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya Humayun.
Humayun, putra sulung
Babur dalam melaksanakan pemerintahan banyak menghadapi tantangan. Sepanjang
masa kekuasaannya selama sembilan tahun (1530-1539 M) negara tidak pernah aman.
Ia senantiasa berperang melawan musuh. Diantara tantangan yang muncul adalah
pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Bahadur Syah melarikan diri dan Gujarat
dapat dikuasai. Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan di
Kanauj. Dalam pertempuran ini Hamayun mengalami kekalahan. Ia terpaksa
melarikan diri ke Kandahar dan selanjutnya ke Persia.
Di Persia ia menyusun
kembali tentaranya. Kemudian dari sini ia menyerang musuh-musuhnya dengan
bantuan raja Persia, Tahmasp. Humayun dapat mengalahkan Sher Khan Shah setelah
hampir 15 tahun berkelana meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan menduduki
tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555 M. Setahun setelah itu (1556 M) ia
meninggal Dunia karena terjatuh dari tangga perpustakaanya, Din Panah.
Sepeninggalnya kerajaan Mughal diperintah oleh anaknya yang bernama Akbar.
Pada masa Akbar inilah
kerajan Mughal mencapai masa keemasannya. Ia dapat mengatasi pemberontakan dari
sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih berkuasa di Punjab. Puncaknya
ketika pasukan yang dipimpin oleh Himu dikalahkan dalam perang dahsyat yang
terjadi pada tahun 1556 M, yang dikenal dengan perang Panipat II. Akbar juga
menyusun program ekspansi, dan Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor,
Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan,
Gawilgarh, Narhala, ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu
diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
Akbar menerapkan apa
yang dinamakan dengan politik Sulakhul
(toleransi Universal), yaitu semua rakyat India dipandang sama, mereka tidak
dibedakan karena perbedaan etnis dan agama. Kemajuan yang telah dicapai oleh
Akbar dapat dipertahankan oleh tiga Sultan berikutnya, Yaitu Jehangir
(1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M). Namun
setelah itu kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat dipertahankan oleh penerusnya.[6]
Diantara kemajuan kerajaan mughal adalah :
1. Bidang Ekonomi
Pada masa kekuasaan
Aurangzeb (1658-1707 M), beberapa kebijakan yang diterapkan sangat berpengaruh
bagi kerajaan Mughal, diantaranya menghapuskan pajak, menurunkan bahan pangan
dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang berlaku di India yang
dinamakan fatwa alamgiri sampai akhirnya meninggal pada tahun 1707 M. Selama
satu setengah abad, India di bawah Dinasti Mughal menjadi salah satu negara
adikuasa. Ia menguasai perekonomian Dunia dengan jaringan pemasaran
barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Cina.
Selain itu, India juga memiliki pertahanan militer yang tangguh yang sukar
ditaklukkan dan kebudayaan yang tinggi.
Dalam bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat mengembangkan program
pertanian, perrtambangan dan perdagangan. Akan tetapi, sumber keuangan negara
lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian. Di samping untuk kebutuhan dalam
negeri, hasil pertanian itu di ekspor ke Eropa, Afrika, Arabia dan Asia
Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis
bahan gordiyn yang banyak di produksi di Bengal dan Gujarat
2.
Bidang seni dan Budaya
Karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya sastra
gubahan penyair istana, berbahasa Persia dan India. Penyair India yang terkenal
adalah Malik Muhammad Jayazi, dengan karyanya berjudul Padmavat , sebuah karya
alegoris yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia. Pada masa Aurangzeb,
muncul seorang sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini
Akhbari , yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figure
pemimpinnya.
Karya seni yang dapat dinikmati sampai sekarang dan merupakan karya seni
terbesar yang dicapai oleh kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang
indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar di bangun istana Fatpur Sikri di Sikri,
Villa dan masjid-masjid yang indah.
Pada masa Syah Jehan dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di
Agra, masjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan kekuasaan Dinasti Mughal ini mundur pada satu setengah abad
terakhir, dan membawa kehancuran pada tahun 1858 M adalah:
1. Terjadi stagnasi dalam
pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah
pantai tidak dapat segera di pantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga
kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan
persejataan buatan Mughal itu sendiri.
2. Kemerosotan moral dan
hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam
penggunaan uang negara.
3. Pendekatan Aurangzeb
yang terlampau kasar dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan
asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh
sultan-sultan sesudahnya.
4. Semua pewaris kerajaan
pada masa terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan, sehingga
tidak mampu menangani kemerosotan politik dalam negeri.
5. Banyak terjadinya
pemberontakan sebagai akibat dari lemahnya para pemimpin kerajaan Mughal
setelah kepemimpinan Aurangzeb, sehingga banyak wilayah-wilayah kerajaan Mughal
yang terlepas dari kekuasaan Mughal.Adapun pemberontakan-pemberontakan tersebut
antara lain:
a. Kaum Hindu yang
dipimpin oleh Banda berhasil merebut Sadhura, letaknya di sebelah utara Delhi
dan juga kota Sirhind.
b. Golongan Marata yang
dipimpin oleh Baji Rao dan berhasil merebut wilayah Gujarat.
c. Pada masa pemerintahan
Syah Alam terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh
Ahmad Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan dan Mughal jatuh pada
kekuasaan Afghanistan.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah
ini, yang memfokuskan pada dua dari tiga kerajaan besar Islam, pasca keruntuhan
Dinasti Abbasiyah dan invasi bangsa Mongol ke daerah Islam. Yaitu berdirinya
kerajaan Safawi di Persia dan Mughal di India, Dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Kerajaan Safawi berasal
dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan.
Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah
satu keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa al-Kazim” gurunya bernama Syekh
Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M). Sedangkan kerajaan Mughal merupakan
kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya, berdiri
antara tahun 1526-1858 M. Dinasti Mughal di India didirikan oleh seorang
penziarah dari Asia tengah bernama Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M),
salah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan yang
telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke 15.
2. Kemajuan yang telah
dicapai dari kedua kerajaan besar Islam tersebut, mencakup Bidang Ekonomi,
bidang Ilmu Pengetahuan serta Bidang Seni dan Budaya.
3. Kemunduran kedua
kerajaan besar tersebut diakibatkan banyaknya terjadi peperangan, pemberontakan
dan perebutan kekuasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Hassan, Hassan Ibrahim. Sejarah
dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 1998.
Imam, Fuadi. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras,
2012.
Maryam, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: ISSFI, 2002.
Supriyadi, Dedi. Sejarah
Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
[1]Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1981, cet. IV), 60-62
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada; 2000), 118-120.
[4] Hassan Ibrahim
Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta:
Kota Kembang, 1998), 337-338.
[5]Siti Maryam, Sejarah
Peradaban Islam, (Yogyakarta: ISSFI, 2002), 577.
[7] Fuadi imam,Sejarah
Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), 87-89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar